Sunday, July 26, 2020

Emak jadi guru?



- Emak Jadi Guru? -

Sejak ada pandemi, keriuhan terjadi dibanyak hal. Apapun pasti terkena imbas, mulai dari hal yang mungkin tidak  begitu berasa, sampai hal besar dan mendasar.  Untuk para ibu, mungkin selain pemasukan dari suami yang mungkin berkurang, hal baru yang harus dihadapi oleh para ibu adalah menggantikan peran guru.


Selama pandemi ini sekolah "diliburkan", dan anak-anak diharuskan untuk belajar di rumah.

Ibu menjadi guru, seharusnya bukan lagi hal yang aneh. Bukankah ibu adalah madrasah pertama untuk anaknya?

Namun memang berat ketika kemudian harus menggantikan peran guru. Dimana anak diusia SD (ini saya ambil dari pengalaman saya ya, jadi saya merujuk pada anak pada usia SD) bisa dikatakan lebih mendengarkan apa kata guru dibandingkan apa kata orang tua. Walau duo Zie mungkin masih mau jika saya suruh belajar, tetapi ketika harus mengerjakan tugas-tugas pasti saja bertanya, apakah ini perintah dari gurunya?

Selain riuh masalah jadi guru, sekarang sepertinya "ribut" antara guru dan orang tua ya. Antara orang tua yang merasa sudah membayar (jika ini sekolah swasta ya) tetapi tetap harus mendampingi anaknya di rumah. Kemudian para emak ini merasa guru jadi nggak kerja donk, makan gaji buta.

Tentu para guru tidak terima dooooonk, kemudian bilang "baru ngerasain ya, ngajari anak, bahkan anak sendiri tuh susyaaaaah".

Menurut saya?

Dari awal saya berusaha melihat dari dua sisi, walau mungkin akan terasa berat sebelah, karena posisi saya sebagai orang tua beranak dua.

Apakah benar guru makan gaji buta?

Buat saya tentu tidak, ketika anak kita tetap mendapatkan materi belajar. Kemudian memberikan tugas-tugas untuk mengisi hari anak, sehingga dia tidak sekedar menghabiskan waktunya dengan bermain.

Tapi, mengapa pendapat itu kemudian tercetus?

Memang pendapat seperti itu rasanya kurang etis, tetapi orang tua, menyekolahkan anaknya kasarannya seperti "menitipkan" anaknya pada sekolah, sehingga orang tua mungkin bisa bekerja dan atau menyelesaikan pekerjaan rumah dengan lebih ringan. Namun sekarang anak 24 jam di rumah, dan waktu yang biasanya anak dihabiskan di sekolah jadi dihabiskan di rumah.

Belum lagi ketika guru kemudian hanya memberikan tugas dan tugas, tanpa ada materi atau penjelasan dari guru. Kemudian orang tua yang harus menjelaskan apa yang harus dijelaskan oleh guru tersebut, agar anaknya dapat mengerjakan tugas.

Saat keadaan normal, anak bersekolah, kemudian pulang orang tua tinggal follow up, apa yang didapatkan oleh anaknya. Jika anak belum mengerti apa yang ia pelajari di sekolah orang tua bisa membantu, jikapun tidak biasanya kemudian orang tua mencarikan les untuk anaknya.

Maka, ketika semua sekarang harus dilakukan oleh orang tua, pasti akan terasa berat.

Tapi apakah wajar, jika kemudian guru bilang "tuuuuh, rasain susahnya jadi guru?"

Saya selalu mengeryit, ketika membaca satu dua kali komentar guru seperti itu. Hey! Rasanya nggak etis seorang guru berucap demikian. Karena seseorang untuk menjadi guru sudah menjadi pilihan di awal. Menempuh pendidikan khusus untuk menjadi guru, kemudian akhirnya bekerja dan dibayar atas tugasnya.

Tidak semua orang tua paham bagaimana menjelaskan sebuah materi belajar pada seorang anak. Terlebih, guru saja untuk mengajar kadang ada jurusannya masing-masing kan. Guru agamanya sendiri, guru matematikanya sendiri, guru bahasa inggrisnya sendiri. Dan sekarang kemudian semua dilimpahkan pada orang tua.

Alhamdulillah, saya menyekolahkan anak saya di sekolah swasta. Di mana tiap bulan tetap harus membayar uang SPP, ketika anak saya tidak mendapatkan materi pembelajaran tentu saya merasa dirugikan. Namun kalaupun saya bukan meminta uang sekolah digratiskan atau apa, saya menuntut adanya peran guru walau secara signifikan. Tidak kemudian guru hanya memberikan tugas saja.

Ketika tidak ada SPP yang terpikir tentu guru tidak gajian, itu yang akan terjadi di sekolah swasta. Keadaan sudah susah tentu kita tidak ingin menjadi bagian yang menyusahkan orang lain.

Seorang teman kadang berkomentar, kalau SPP gratis, dan anak kita tidak mendapatkan apa-apa ya mau protes gimana coba? Hahaha.

Jadi memang kok, pandemi ini berdampak pada segala bidang. Lebih baik bekerja sama sehingga tidak ada lagi yang merasa dirugikan. :)

No comments:

Post a Comment