Sunday, August 23, 2020

Bisa, karena (di)biasa(kan)

Bisa, karena (di)biasa(kan).

Beberapa waktu lalu saya membaca beberapa artikel yang mengatakan bahwa dibutuhkan waktu kurang lebih 21 hari untuk seseorang mengubah kebiasaan. Cepat dan lambatnya tergantung juga dari beberapa faktor. Namun, kadang kita sadari atau tidak ketika kita melakukan sesuatu secara terus menerus, akhirnya itu menjadi sebuah kebiasaan yang terbentuk dengan sendirinya. Kadang hal ini terjadi, lebih cepat daripada 21 hari.

Hal ini yang kemudian selalu saya pikirkan ketika anak-anak diberikan libur panjang. Belum, semua ini bahkan saya pikirkan sebelum masa pandemi saat ini. Akhirnya saya mengambil keputusan disetiap liburan kebiasaan-kebiasaan tetap dilakukan sebagaimana mereka lakukan saat sekolah. Walau ya, tidak seketat ketika mereka sekolah.

Bangun subuh, sudah mandi sebelum jam 7 pagi, no TV no gadget di weekdays, tidur siang, ngaji setelah shalat magrib. Untuk belajar ini kadang yang sedikit sulit ya dilakukan saat liburan.

Nah, awal pandemi kemarin pemikiran ini selalu menghantui saya saat anak-anak "diliburkan". Kegiatan-kegiatan seperti diatas tetap dilakukan. Namun di bulan pertama anak-anak belajar di rumah, mereka hanya mengerjakan soal-soal yang diberikan secara online, di google form dan ya... cuma itu saja belajarnya. Tidak ada namanya memahami lebih dahulu materi, bahkan membuka bukupun kalau mereka merasa tidak bisa saja.

Setelah 2 minggu saya merasa, nggak bisa kalau begini terus. Apa jadinya ketika akhirnya mulai belajar lagi, normal lagi gitu? Sedang keadaan itu kalau diterus-teruskan akan menjadi satu kebiasaan, yang kalau mau diubah lagi akan susah. 

Baca juga : Emak jadi guru?

Akhirnya saya mencoba dulu membuat perencanaan bahan ajar untuk anak-anak. Nggak yang muluk-muluk, nggak yang mencangkup semua belajar. Paling nggak mereka ada waktu yang yang terjadwal untuk belajar. Dimulai jam 7 dan berakhir jam 12, di mana ada jam untuk istirahat juga. Jadi mereka nggak hanya mengerjakan soal yang diberika sekolah tetapi ada beberapa yang akhirnya saya berikan bahan untuk mereka belajar.

Setelah satu bulan mereka hanya mengerjakan soal saja, dan belajar rasanya hanya dalam hitungan menit saja. Akhirnya saya terapkan jadwal yang sudah saya buat. 

Beberapa kali saya post di status saya, dan tentunya mendapat beragam tanggapan. Mulai dari yang positif sampai yang ya, merasa saya berlebihan dalam melakukan hal-hal diatas. Tetapi untuk komentar itu ya saya mulai bisa bersikap masa bodoh sih, karena ya bagi saya selama saya tidak merugikan orang lain ya buat apa mengikuti omongan orang, kaaan. 

Jadwal saya buat anak-anak juga tidak terlalu ketat juga, tapi saya fokuskan pada tiga pelajaran. Matematika, Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia.

Teman saya pernah bertanya, kenapa Bahasa Indonesia? Bahasa Indonesia disini bukan pelajaran saklek ya, tentang tata bahasa atau apalah. Tapi lebih meminta kepada mereka menceritakan sesuatu, dimana dalam satu hari saya berikan satu tema. Saya merasa penting untuk mengajarkan ini pada anak-anak, agar mereka terbiasa menceritakan cerita mereka secara runut. 

Anak yang terbiasa diajak ngobrol dan menceritakan kesehariannya mungkin akan menjadi lebih mudah, tapi tetap saya ajarkan untuk membiasakan mereka bercerita secara runut. Baru kemudian saya mulai ajarkan tentang tata bahasa secara umumnya. Bercerita dengan lebih simple tapi ceritanya yang dimaksud bisa tersampaikan.

Hal seperti itu mungkin dirasa simple, namun jika tidak biasakan kadang jadi sesuatu yang sulit. Ini kadang saya sadari ketika berbicara dengan orang lain, dimana orang kadang menceritakan sesuatu tidak bisa runut apabila tidak dipancing dengan pertanyaan.

Kebiasaan-kebiasaan yang mungkin bagi orang lain kurang penting, namun buat saya salah satu bekal juga untuk masa depan anak-anak. Buat saya, ketika seseorang terbiasa bercerita, entah itu secara verbal atau tulisan, itu berpengaruh juga ketika ia bertutur kata dengan orang lain.

Kembali ke masa pandemi dan kebiasaan yang akhirnya dilakukan anak-anak. Buat saya akhirnya membantu saat ajaran baru di mulai kembali. Anak-anak tidak merasakan berat ketika akhirnya mulai jam 7 mereka harus sudah mandi dan siap di depan laptop. Ketika mereka akhirnya melakukan sholat dhuha, dan kemudian mereka siap melakukan tartil bersama ustadz sesuai kelas mereka masing-masing.

Tentu tidak mudah jika sebelumnya mereka dengan seenaknya bangun siang, kemudian tidak pernah belajar dan bermain terus. 

Apakah mereka mengeluh? Awal ketika saya mulai mengajak mereka belajar sesuai dengan jadwal yang saya buat memang tidak bisa fokus, dan sedikit sedikit mengeluh capek. Namun ketika tahun ajaran baru dimulai dan dari sekolah sudah ada jadwal belajar teratur, ya mereka bisa mengikuti dengan mudah. Dan sampai saat ini, walau mungkin dari sekolah ada kelonggaran mengumpulkan tugas sampai dengan jam 10 malam, tapi saya selalu menerapkan mereka belajar sesuai jadwal (walau kadang materi dan tugas masuk kadang terlambat, hehe).

Kebiasaan-kebiasaan ini buat saya penting, dan jika sudah berjalan walau awalnya tidak mudah pasti bisa kok. Dan buat saya ini dapat juga mengurangi tingkat stress pada emak loh, karena anak lebih kooperatif.

No comments:

Post a Comment