Sunday, September 13, 2020

Ning Blogger Surabaya




Pernah bergabung dengan sebuah komunitas?

Saya bisa dikatakan sangat jarang bergabung dengan sebuah komunitas, walau mungkin saat ini komunitas ada banyak terlebih terbantukan dengan alat komunikasi yang sangat mudah. Tidak ada keharusan untuk selalu mengadakan pertemuan. 

Walau di apk whatsaap saya join dalam beberapa grup tapi lebih seringnya hanya menjadi silent reader.

Join dalam sebuah komunitas salah satu alasannya adalah kesamaan dalam hal tertentu. Misal gabung dalam komunitas pecinta bukuS, walau sekedar menjadi silent reader ada satu kesenangan membaca obrolan obrolan seru terkait buku.  

Ning Blogger Surabaya / NBS adalah salah satu komunitas aang masih saya ikuti sampai sekarang. Sering menjadi silent reader, namun untuk beberapa hal yang saya pahami saya pastinya nimbrung, karena obrolannya yang kadang terasa lari kesana kemari, tetap enak untuk diikuti.

Menariknya, saat mengikuti komunitas Ning Blogger Surabaya, yang awalnya karena adanya job sebagai blogger lama kelamaan ada hal yang membuat kerasan berada di komunitas ini.

Aturan awal sebelum bergabung adalah tidak boleh baperan. Ya, kalaupun baper nggak usah ditunjukkan, telan aja sendiri, hahaha. Tapi ya memang walau mungkin alasannya sepele, namun kemudian ini bisa menjadikan satu komunitas menjadi langgeng. Karena tidak bisa dipungkiri ketika banyak kepala disatukan pasti memiliki sifat dan keinginan yang berbeda. Akan menjadi canggung jika kemudian saat mau mengutarakan pendapat tau kalau ada yang bakalan baper.

Walau ya, baper wajar kok. Tapi ya itu, nuruti baper maka tidak akan ada masukan yang bisa masuk. Namanya juga kumpul orang Surabaya, ye kaaaaaan, nyablak ya the best tapi sebagian besar banyak benernya. Mending diomongin langsung depan orangnya kaaaaaan, daripada diomongin di belakang. Ya gaaaaak?

Hal menyenangkan lain saat menjadi anggota NBS adalah banyak ilmu yang didapat, entah dari sharing ringan bahkan sampai ada "kelas" di dalam grup whatsapp. Tidak hanya seputar dunia bloging tapi banyak hal, sampai yang terkait kehidupan sehari-hari. Tidak pelit ilmu, itu yang saya suka dari sebagian besar anggota NBS.

Salah satu cara agar komunitas bertahan adalah dengan mencoba sesuatu yang baru dan diusahakan bisa dilakukan oleh semua anggota. Seperti yang sekarang tengah berlangsung, mengadakan challenge Nulis Bareng NBS dan juga Sinau Moto Bareng NBS. Walau tidak bersifat wajib, tetapi seseruannya dapet, terutama masa pandemi ini dimana tidak bisa kumpul-kumpul.

Lucunya, awalnya hanya untuk seseruan, namun kemudian ada sesuatu yang diperebutkan tiap minggunya. Ada hadiah yang bisa didapatkan, nah... hadiah-hadiah itu juga dari anggota NBS. 

Challenge yang diadakan oleh NBS bisa dikatakan memacu lagi semangat buat isi blog dan yang terbaru adalah mengisi IG, mencari lagi ide foto dan mulai foto-foto hal-hal yang mungkin gak kepikiran buat difoto sebelumnya.

Seseruan bareng Ning-Ning Blogger Surabaya bukan cuma menyenangkan tapi juga menambah ilmu.

Friday, September 4, 2020

Kamu bahagia?




Apakah kamu bahagia?

Kata orang, pertanyaan ini sederhana. Tapi kadang, sulit untuk menemukan jawabannya.

Sunday, August 23, 2020

Bisa, karena (di)biasa(kan)

Bisa, karena (di)biasa(kan).

Beberapa waktu lalu saya membaca beberapa artikel yang mengatakan bahwa dibutuhkan waktu kurang lebih 21 hari untuk seseorang mengubah kebiasaan. Cepat dan lambatnya tergantung juga dari beberapa faktor. Namun, kadang kita sadari atau tidak ketika kita melakukan sesuatu secara terus menerus, akhirnya itu menjadi sebuah kebiasaan yang terbentuk dengan sendirinya. Kadang hal ini terjadi, lebih cepat daripada 21 hari.

Hal ini yang kemudian selalu saya pikirkan ketika anak-anak diberikan libur panjang. Belum, semua ini bahkan saya pikirkan sebelum masa pandemi saat ini. Akhirnya saya mengambil keputusan disetiap liburan kebiasaan-kebiasaan tetap dilakukan sebagaimana mereka lakukan saat sekolah. Walau ya, tidak seketat ketika mereka sekolah.

Bangun subuh, sudah mandi sebelum jam 7 pagi, no TV no gadget di weekdays, tidur siang, ngaji setelah shalat magrib. Untuk belajar ini kadang yang sedikit sulit ya dilakukan saat liburan.

Nah, awal pandemi kemarin pemikiran ini selalu menghantui saya saat anak-anak "diliburkan". Kegiatan-kegiatan seperti diatas tetap dilakukan. Namun di bulan pertama anak-anak belajar di rumah, mereka hanya mengerjakan soal-soal yang diberikan secara online, di google form dan ya... cuma itu saja belajarnya. Tidak ada namanya memahami lebih dahulu materi, bahkan membuka bukupun kalau mereka merasa tidak bisa saja.

Setelah 2 minggu saya merasa, nggak bisa kalau begini terus. Apa jadinya ketika akhirnya mulai belajar lagi, normal lagi gitu? Sedang keadaan itu kalau diterus-teruskan akan menjadi satu kebiasaan, yang kalau mau diubah lagi akan susah. 

Baca juga : Emak jadi guru?

Akhirnya saya mencoba dulu membuat perencanaan bahan ajar untuk anak-anak. Nggak yang muluk-muluk, nggak yang mencangkup semua belajar. Paling nggak mereka ada waktu yang yang terjadwal untuk belajar. Dimulai jam 7 dan berakhir jam 12, di mana ada jam untuk istirahat juga. Jadi mereka nggak hanya mengerjakan soal yang diberika sekolah tetapi ada beberapa yang akhirnya saya berikan bahan untuk mereka belajar.

Setelah satu bulan mereka hanya mengerjakan soal saja, dan belajar rasanya hanya dalam hitungan menit saja. Akhirnya saya terapkan jadwal yang sudah saya buat. 

Beberapa kali saya post di status saya, dan tentunya mendapat beragam tanggapan. Mulai dari yang positif sampai yang ya, merasa saya berlebihan dalam melakukan hal-hal diatas. Tetapi untuk komentar itu ya saya mulai bisa bersikap masa bodoh sih, karena ya bagi saya selama saya tidak merugikan orang lain ya buat apa mengikuti omongan orang, kaaan. 

Jadwal saya buat anak-anak juga tidak terlalu ketat juga, tapi saya fokuskan pada tiga pelajaran. Matematika, Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia.

Teman saya pernah bertanya, kenapa Bahasa Indonesia? Bahasa Indonesia disini bukan pelajaran saklek ya, tentang tata bahasa atau apalah. Tapi lebih meminta kepada mereka menceritakan sesuatu, dimana dalam satu hari saya berikan satu tema. Saya merasa penting untuk mengajarkan ini pada anak-anak, agar mereka terbiasa menceritakan cerita mereka secara runut. 

Anak yang terbiasa diajak ngobrol dan menceritakan kesehariannya mungkin akan menjadi lebih mudah, tapi tetap saya ajarkan untuk membiasakan mereka bercerita secara runut. Baru kemudian saya mulai ajarkan tentang tata bahasa secara umumnya. Bercerita dengan lebih simple tapi ceritanya yang dimaksud bisa tersampaikan.

Hal seperti itu mungkin dirasa simple, namun jika tidak biasakan kadang jadi sesuatu yang sulit. Ini kadang saya sadari ketika berbicara dengan orang lain, dimana orang kadang menceritakan sesuatu tidak bisa runut apabila tidak dipancing dengan pertanyaan.

Kebiasaan-kebiasaan yang mungkin bagi orang lain kurang penting, namun buat saya salah satu bekal juga untuk masa depan anak-anak. Buat saya, ketika seseorang terbiasa bercerita, entah itu secara verbal atau tulisan, itu berpengaruh juga ketika ia bertutur kata dengan orang lain.

Kembali ke masa pandemi dan kebiasaan yang akhirnya dilakukan anak-anak. Buat saya akhirnya membantu saat ajaran baru di mulai kembali. Anak-anak tidak merasakan berat ketika akhirnya mulai jam 7 mereka harus sudah mandi dan siap di depan laptop. Ketika mereka akhirnya melakukan sholat dhuha, dan kemudian mereka siap melakukan tartil bersama ustadz sesuai kelas mereka masing-masing.

Tentu tidak mudah jika sebelumnya mereka dengan seenaknya bangun siang, kemudian tidak pernah belajar dan bermain terus. 

Apakah mereka mengeluh? Awal ketika saya mulai mengajak mereka belajar sesuai dengan jadwal yang saya buat memang tidak bisa fokus, dan sedikit sedikit mengeluh capek. Namun ketika tahun ajaran baru dimulai dan dari sekolah sudah ada jadwal belajar teratur, ya mereka bisa mengikuti dengan mudah. Dan sampai saat ini, walau mungkin dari sekolah ada kelonggaran mengumpulkan tugas sampai dengan jam 10 malam, tapi saya selalu menerapkan mereka belajar sesuai jadwal (walau kadang materi dan tugas masuk kadang terlambat, hehe).

Kebiasaan-kebiasaan ini buat saya penting, dan jika sudah berjalan walau awalnya tidak mudah pasti bisa kok. Dan buat saya ini dapat juga mengurangi tingkat stress pada emak loh, karena anak lebih kooperatif.

Sunday, July 26, 2020

Emak jadi guru?



- Emak Jadi Guru? -

Sejak ada pandemi, keriuhan terjadi dibanyak hal. Apapun pasti terkena imbas, mulai dari hal yang mungkin tidak  begitu berasa, sampai hal besar dan mendasar.  Untuk para ibu, mungkin selain pemasukan dari suami yang mungkin berkurang, hal baru yang harus dihadapi oleh para ibu adalah menggantikan peran guru.

Friday, September 22, 2017

Jalan-jalan meski bokek.

Saya sedari masih belum menikah, bisa dibilang hobi jalan-jalan. Bukan travelling ke tempat yang jauh sih... cuman jalan aja muterin kota, apalagi malang kan lumayan kecil tuh kotanya. Suami yang notabene kenal dari mulai kuliah tentunya kenal banget dengan kebiasaan saya yang satu ini. Jadinya ketika menikah dan akhirnya pindah ke Surabaya, suami berinisiatif selalu ajak jalan-jalan paling nggak seminggu sekali.